Rabu, 14 November 2012

Cerpen : Kucing dan Tetangga

ilustrasi http://kisahislamiah.blogspot.com
Tak pernah anak gadis itu beranjak dari rumah, kecuali saat pagi memaksanya harus ke sekolah. Ia akan lebih senang untuk berada didalam rumah, memberikan seluruh waktu dan minatnya hanya pada kucing. Dua ekor kucing!

Kulitnya pucat karena hampir tak pernah bersentuhan dengan lebih banyak sinar. Matanya cekung dan otot di dahinya tampak membiru. Kucing dan hanya pada dua kucingnya saja ia seakan mempunyai cinta. Jika pun cakar kucing itu merobek kulitnya saat mereka bercanda, ia baik-baik saja. Tapi ia akan mengumpat ketika nenek dan ibunya terlambat sedikit saja untuk sesuatu yang diperintahkannya. 

Ia memilih tak keluar dari kelas saat teman-temannya berhamburan kian kemari saat istirahat di sekolah. Olahraga adalah sesuatu yang sangat dibencinya. Tapi selalu tak pernah ada pilihan untuk boleh tak mengikutinya. Ia merasa cahaya membuatnya tak berdaya. Kalau boleh memilih, ia lebih suka ngeloni kucingnya, atau bercanda dengan mereka. Tak perlu berkeringat.

Mereka tinggal bertiga saja dalam rumah itu. Tak ada orang laki-laki didalamnya. Kakeknya mati beberapa tahun sebelumnya. Mati tanpa seorangpun tahu, malam berpamitan untuk menengok aliran air ledeng dan sampai pagi tak juga pulang sampai kemudian neneknya menemukan kakeknya telah terbujur kaku dibawah bak penampung dan pembagi air. Mungkin ingin memanjat dan jatuh. Setahun setelahnya bapak gadis kecil itu secara mengenaskan mati saat bekerja. Ia tertimpa kayu balok besar di tempatnya bekerja sebagai tukang kayu.

Jadi hanya gadis kecil itu, sang ibu dan neneknya. Nenek dan ibu yang membiarkan apapun yang diinginkannya. Lalu kedua kucing kesayangannya. Kucing yang selalu menyantap makanan dari piring yang sama dengannya. Tetangga yang mual melihat kebiasaan itu menanyakan pada nenek dan ibunya. 

"Ia tak mau makan kecuali dengan kedua kucingnya!" Kata sang nenek pada tetangga.

"Tapi mestinya itu berbahaya bukan? Mulut kucing mengandung bakteri berbahaya untuk manusia! Bagaimanapun kucing itu adalah hewan. Jika manusia saja bisa mengkhianati yang lainnya, apa nenek yakin kucing itu takkan mencelakainya?" Kata tetangga.

"Aku ingin membuatnya bahagia, bukan mengusiknya!" Sahut sang nenek. Lalu tetangga itu diam, bagaimanapun ia tetangga, tak bisa berbuat lebih banyak.

Bagi sang nenek, kata-kata tetangga hanya terdengar sebagai kata-kata yang berasal dari iri. Mereka tak senang lalu mengatakan hal itu, seakan mereka tak ingin cucunya celaka. Padahal semua itu hanya karena mereka iri, mereka sinis, dan begitulan mereka selalu.

-----

Gadis itu tumbuh semakin malas. Wajahnya semakin kuyu dan hidungnya hampir tak pernah berhenti mengeluarkan lendir sehingga pada bagian atas bibirnya hingga hidung tampak memerah dan lembab oleh lendir.

Kedua kucing itu tidur dalam pelukannya setiap malam. Pada pagi hari, ia dan kedua kucingnya sama-sama tak ingin berpisah. Setelah menyiapkan semua keperluan sekolahnya, maka sang nenek harus menahan kedua kucing yang meronta ingin mengikuti si gadis ke sekolah.

Siangnya, kedua kucing itu akan menghambur padanya dengan segala kerinduan pada tuan mudanya. Begitupun sebaliknya. Maka mereka akan bercengkerama setelah lebih dulu menikmati santap siang dari piring bersama-sama.

Menjelang malam, gadis kecil itu masih tergolek ditempat tidurnya bersama kedua kucing kesayangannya. Ia nyaris tak bergerak. Nafasnya mengeluarkan bunyi, "Ngik, ngik, ngik!" terus menerus. Nenek dan ibunya memanggilnya untuk makan malam. Tapi ia hanya mampu mendengarnya saja. Ia menggigil kedinginan dengan kedua kucing itu meringkuk hangat di dadanya.

Lama tak mendapati cucunya keluar dari kamar, maka sang nenek melihatnya. Yang terlihat adalah sang cucu menggigil dengan lendir yang terus mengucur dari hidungnya. Sepasang matanya redup lalu bibirnya bergetar hebat. Ia tiba-tiba kebingungan, dan berlari keluar mendapati ibu si gadis yang sedang duduk malas didepan tivi.

"Anakmu!" Serunya.

"Biarkan dia tidur saja! Daripada mengamuk!" Sahut sang ibu tanpa mengalihkan mata dari layar tivi.

"Lihat! Kau harus membawanya ke dokter!"

"Ke dokter? Kenapa?"

Sang nenek merasa kesal dan mematikan tivi itu secara kasar. Barulah kemudian ibu si gadis tampak memperhatikannya. Sang nenek kembali ke kamar diikuti anaknya. 

-----

"Sudah terlambat!" Kata dokter. "Mungkin jika kemarin hari, anak ibu bisa tertolong!"

Seorang tetangga tampak tak sabar melihat sang nenek dan ibu si gadis tak tampak sedih dengan kenyataan yang terjadi pada anak dan cucunya. 

"Terlambat dokter?"

"Dia terkena rabies! Sudah lama, tapi bagaimana baru dibawa sekarang?"

"Dia hanya tak bersama kedua kucingnya di sekolah saja! Kucing itu bersamanya setiap waktu, akan ada dalam pelukannya setiap tidur, dan menyantap makanan dari piring yang sama dengannya!" Kata tetangga. 

Dokter itu menurunkan kaca matanya. Kedua matanya membulat tak percaya.

"Begitulah yang terjadi! Kami sering mengingatkannya, tapi entahlah! Kami tak ingin mengatakan mereka bodoh, tapi begitulah yang terjadi. Lihat! Mereka tak tampak khawatir!"

Dokter mendekati sang nenek dan ibu si gadis. Memberitahu mereka tentang anak dan cucu mereka. Sesaat kemudian keduanya menghambur kedalam ruangan, dimana pada sebuah tempat tidur, anak cucu mereka terbujur diam. Lendir telah berhenti mengalir dari hidungnya.

Load disqus comments

6 komentar